Candi Jago berada di lembah Gunung Bromo, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini dibangun dengan langgam batur berundak yang terbuat dari batu andesit. Denah dasar candi berbentuk bujur sangkar berukuran 23,71 x 14 meter, dengan tinggi yang tersisa adalah 9,97 meter dengan arah ke barat. Struktur candi berupa kaki candi yang berupa batur berundak 3 tingkatan, badan candi yang menyisakan ambang pintu saja dan atap candi yang telah hilang. Candi menghadap ke barat dan masing-masing 2 anak tangga untuk menghubungkan antartingkat kaki candi. Pada sisi kaki candi dihias oleh relief Tantri, Kunjakarna, Parthayajna, Arjunawiwaha, dan Krisnayana. Pada temuan arca yang ada seperti Amoghapasa Awalokiteswara beserta pengikutnya, Manjusri, dan panteon Buddha lainnya mengindikasikan bahwa candi ini bernafaskan agama Buddha Tantrayana. Dalam Negarakertagama disebutkan bahwa Candi Jago (Jajaghu) dijadikan pendharmaan Wisnuwardhana dari Singhasari.
Berbentuk persegi panjang dengan kaki candi berundak teras tiga dan badan candi di bagian paling belakang dari teras tertinggi. Atap candi sudah tidak ada. konstruksi Candi Jago makin ke atas makin bergeser ke belakang. Setiap tingkat memiliki teras lebar di bagian depan, tetapi sempit di bagian belakang. Candi Jago dipenuhi dengan panel relief yang dipahat rapi mulai dari kaki sampai ke dinding ruangan teratas. Hampir tidak terdapat bidang yang kosong, semua terisi hiasan.
Candi ini telah direnovasi masa Majapahit oleh Adityawarman berdasarkan temuan Prasasti Manjusri berangka tahun 1343 Masehi. Candi ini diteliti pertama kali oleh R.H.T Friederich tahun 1854, lalu dilanjutkan oleh J.F.G Brumund (1855), Fergusson (1876), Veth (1874), J.L.A. Brandes (1904), dan Stamford Raffles (1917). Pada tahun 2015 Balai Pelestarian Peninggalan Puebakala Jawa Timur melakukan studi teknis guna melihat kerusakan konstruksi struktur Candi Jago. Candi Jago menjadi Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan SK Menteri No. 203/M/2016.
Ajaran Hindu dan Buddha tercermin pada relief naratif pada dinding-dinding teras, dengan urutan sebagai berikut:
1. Tingkat pertama berisi cerita dari Tantri Kamandaka yang berkaitan dengan cerita binatang.
2. Tingkat kedua menunjukkan kisah story of Kunjaraka.
3. Tingkat ketiga menggambarkan Parthayajna menampilkan lima bersaudara Pandawa.
4. Tingkat keempat menggambarkan cerita Arjunawiwaha.
5. Tingkat kelima khusus untuk cerita Krisnayana, yang berfokus pada Krisna.